Sobat Bookletku.com Ihdad berasal dari kata ahadda, dan kadang-kadang bisa juga disebut al-hidad yang diambil dari kata hadda. Secara etimologis (lighawi) ihdad berarti al-man’u yang berarti cegahan atau larangan. Adapun menurut pendapat ulama sebagai berikut:
- Abdul Mujeib dkk, ihdad adalah masa berkabung bagi seorang isteri yang ditinggal mati suaminya. Maka tersebut adalah 4 bulan 10 hari disertai dengan larangan-larangannya, antara lain: bercelak mata, berhias diri, keluar rumah, kecuali dalam keadaan terpaksa.
- Sayyid Abu Bakar al-Dimyathi. Ihdad adalah menahan diri dari bersolek atau berhias pada badan.
- Wahbah al-zuhaili. Ihdad ialah meninggalkan harum-haruman, perhiasan, celak mata, dan minyak yang mengharumkan maupun yang tidak. Tetapi tidak dilarang memperindah tempat tidur, karpet, gorden, dan alat-alat rumah tangganya. Ia juga tidak dilarang duduk di atas kain sutera.
Sedangkan menurut syarak, ihdad adalah meninggalkan pemakaian pakaian yang di celup warna yang dimaksudkan untuk perhiasan, sekalipun pencelupan itu dilakukan sebelum kain tersebut ditenun, atau kain itu menjadi kasar atau kesat (setelah dicelup)”.
Dengan demikian ihdad dapat diartikan larangan meninggalkan berdandan atau berhias diri saat masa berkabung bagi seorang isteri yang ditinggal mati suaminya.
- Ihdad Bagi Istri Yang Ditinggal Suami. Berihdad atas kematian suami wajib dijalani seorang istri selama empat bulan sepuluh hari, sama dengan masa iddahnya. Sebagaimana firman Allah swt “Orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian dengan meninggalkan istri-istri maka hendaklah para istri tersebut menangguhkan dirinya (ber’iddah) selama empat bulan sepuluh hari….” (Al-Baqarah: 234)
- Tidak ada Ihdad Bagi Ummu Walad. Ulama sepakat tidak ada ihdad bagi ummul walad (budak perempuan yang telah melahirkan anak untuk tuannya), tidak pula bagi budak perempuan yang tuannya meninggal. Karena mereka tidak berstatus istri dan si mayat bukan suami mereka.
- Ihdad Bagi Wanita yang Di-Talak. Sedangkan dalam kitab Syarh as-Sunnah. Jika ia dijatuhi talak Raj’i, maka tidak ada kewajiban baginya, tetapi hendaknya ia berbuat apa yang menjadi kecenderungan hati suaminya supaya suaminya mau kembali lagi padanya. Sedangkan yang di jatuhi talak ba’in, maka terdapat dua pendapat, yaitu Pertama, ia wajib ber-ihdad sebagaimana halnya wanita yang ditinggal suaminya. Hal ini di pegang oleh Abu Hanifah. Kedua, tidak ada kewajiban berihdad karena ihdad itu dilakukan karena kematian dan tidak untuk yang lainnya. Ihdad untuk selain kematian suami ini sama sekali tidak pernah dikerjakan oleh kaum wanita pada masa Nabi saw dan masa khulafa’urrrasyidin.
- Tidak ada ihdad bagi wanita karier. Ihdad bagi fuqaha adalah sebagai ibadah maka diwajibkan atas wanita muslim dan tidak wajib bagi wanita karier menurut Ibnu Rusyd
Larangan Dalam Menjalani Ihdad
Tidak Boleh Bercelak secara Mutlak.
Zainab bintu Abu Salamah mengabarkan dari ibunya, Ummul Mukminin Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha yang artinya “Datang seorang wanita menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata, ”Wahai Rasulullah, suami putriku telah meninggal dunia. Sementara putriku mengeluhkan rasa sakit pada matanya. Apakah ia boleh mencelaki matanya?” ”Tidak,” jawab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak dua atau tiga kali.” (HR. Al-Bukhari no. 5336 & Muslim no. 3709).
Diperbolehkan memakai delak pada malam hari sebagaimana hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke tempatku ketika Abu Salamah wafat sementara aku memakai shabr (jenis celak) pada kedua mataku. Beliau bertanya, “Apa yang kau pakai pada matamu, wahai Ummu Salamah?” “Ini cuma shabr, wahai Rasulullah, tidak mengandung wewangian,” jawabku. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Shabr itu membuat warna wajah bercahaya/menyala, maka jangan engkau memakainya kecuali pada waktu malam dan hilangkan di waktu siang. Jangan menyisir (mengolesi) rambutmu dengan minyak wangi dan jangan pula memakai hina` (inai/daun pacar) karena hina` itu (berfungsi) sebagai semir (mewarnai rambut dan kuku, –pent.).” Ummu Salamah berkata, “Kalau begitu dengan apa aku meminyaki rambutku, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Daun sidr dapat engkau pakai untuk memolesi rambutmu.” (HR. Abu Dawud no. 2305)
Tidak Boleh Berwangi-wangian
Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullahu berkata, “Dari ucapan Ummu ‘Athiyyah, ‘Kami tidak boleh memakai wewangian’ menunjukkan haramnya minyak wangi bagi wanita yang sedang berihdad. Yang terlarang di sini adalah segala yang dinamakan wewangian dan tidak ada perselisihan pendapat dalam hal ini.”
Tidak Boleh Mempercantik Diri dengan Bersolek
Batasan berhias atau tidak berhias kembalinya kepada ’urf (adat kebiasaan) setiap zaman dan tempat. Sehingga tidak bisa diberi ketentuan pakaian yang bentuknya bagaimana dan penampilan bagaimana yang teranggap berhias. (Taisirul ‘Allam, 2/354)
Tidak Boleh Berpakaian yang Menarik / Dicelup agar Menjadi Indah
Bila dikatakan, “Ini pakaian biasa”, berarti tidak wajib untuk ditinggalkan, boleh dikenakan selama ihdad, walaupun pakaian tersebut memiliki model atau berwarna/bercorak. Tapi bila dikatakan, “Ini pakaian untuk berhias”, berarti wajib dijauhi selama ihdad, baik pakaian tersebut meliputi seluruh tubuh atau hanya untuk menutupi sebagiannya seperti celana panjang, rok, syal, dan sebagainya.
Tidak Boleh Memakai Perhiasan
Al-Imam Malik rahimahullahu berkata, “Wanita yang sedang berihdad karena kematian suaminya tidak boleh mengenakan perhiasan sedikitpun baik berupa cincin, gelang kaki atau yang selainnya.” (Al-Muwaththa 2/599)
Bila si wanita dalam keadaan berperhiasan saat suaminya meninggal dunia maka ia harus melepaskannya, seperti gelang dan anting-anting. Adapun bila ia memakai gigi emas (gigi palsu dari emas) dan tidak mungkin dilepaskan maka tidak wajib baginya melepasnya, namun ia upayakan untuk menyembunyikannya.
Berdiam di Rumahnya
Dalam Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu menjelaskan keharusan wanita yang berihdad untuk tidak berhias dan memakai wewangian pada tubuh serta pakaiannya. Ia harus berdiam dalam rumahnya, tidak boleh keluar di siang hari kecuali ada kebutuhan dan tidak boleh pula keluar di waktu malam kecuali darurat. Ia tidak boleh memakai perhiasan, tidak boleh mewarnai rambut dan kukunya dengan inai atau selainnya.
0 comments:
Post a Comment